AWAS !! Unikama Kampus Multikultural !!

Hasil jerih payah Om Sonde Sondes / Category: ,

HMPS TI UNIKAMA dan Kampus Multikultural - Aku tahu kesendirian sangat penting bagi temanku dalam tugasnya untuk melacak semua seluk beluk bangunan, memeriksa satu-persatu kualitas pendidikannya, dan juga untuk mengeruk berbagai macam informasi penting yang biasa ia dapatkan dari ilmu deduksinya tersebut. Karena itulah aku menghabiskan waktuku bersama kawan-kawanku di rumah Om Yoga, temanku yang datang bersamaku dari NTT. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam sewaktu aku kembali lagi ke ruang dudukku di Jatiluhur.

Kesan pertamaku ketika memasuki ruang itu adalah terkejut melihat ruangan utama dalam rumahku ini penuh dengan asap dan bau tembakau. Dari balik kabut yang mengepul-kepul itu kulihat sosok Subodro yang duduk terdiam sambil menghisap pipa tanah liat hitam di sela-sela bibirnya dan berhamburan kertas-kertas tembakau di sekitarnya.

"Subodro !! Kukira ada kebakaran !" kataku.
"Oh, Om Sonde temanku yang baik, aku baru saja menemukan hal menarik yang mungkin akan menimbulkan kembali semangatmu itu." jawabnya singkat.
"Bukan asap tebal yang memasuki tenggorokanku ini kan yang kau maksudkan ?"
"Aku tidak sadar telah menghabiskan dua poci kopi dan lusinan tembakau yang kuhisap dalam pipaku ini sewaktu aku memikirkan hal-hal dari klien kita yang mendatangi kita tadi pagi. Bila kau merasa tidak enak dengan asap-asap ini, maka kau boleh membuka jendelanya."
Kubuka jendela yang menempel pada dinding hijau ruang utama itu dan asap-asap hitam berdesakan keluar diiringi angin yang membekukan badanku.
"Katakan Bodro, apa hal menarik itu."
"Apakah yang kau lakukan dengan memindahkan buah-buah catur di rumah temanmu itu menarik ?"
"Demi sendok dan garpu, darimana kau tahu..."
"Mudah saja kawan, seorang pria terhormat keluar rumah pada saat cuaca seperti ini dan kembali dengan wajah lelah. Tetapi sepatu bot, celana, serta topinya masih dalam keadaan mengkilap. Itu berarti ia sedang berada pada suatu tempat yang sama selama berjam-jam sambil memainkan sesuatu yang mengasah otaknya. Kulihat jemarimu sedikit lemas akan tetapi badanmu masih terlihat kaku, jadi kusimpulkan bahwa kau sedang bermain sebuah permainan yang mengharuskan jari-jari tangan untuk memainkannya dan tidak banyak menggerakkan anggota badan lain. Bisa kau tutup jendelanya ? Aku sudah merasakan hawa dingin menyatu dengan tubuhku." tukasnya.

Aku menutup jendelanya kembali. Saat itu asap-asap beracun yang menjajah ruangan dudukku sudah sepenuhnya keluar.

"Apakah hanya hal itu saja, Bodro ?" tanyaku merendahkan deduksi dari temanku yang menurutku tidak begitu istimewa apabila disangkut pautkan dengan kepentingan klien kami tadi pagi.
"Tentu tidak."
"Lalu apa lagi ?" tanyaku penasaran.
"Kau ingat, Om Sonde, klien kita yang tadi pagi mengajukan sebuah penyelidikan untuk menemukan sebuah universitas multikultural bukan ?"
"Ya, aku ingat betul. Namanya Sabila, seorang lelaki agak jangkung dan berkacamata itukan ?"
"Tepat sekali. Aku menghabiskan waktuku hari ini untuk mengunjungi berbagai macam universitas-universitas ternama di Malang ini."
"Maksudmu pergi dalam pikiranmu kan ?"
"Benar, kawanku. Lihat yang kudapatkan ini kawan."

Subodro menyerahkan sebuah pamflet dengan kertas foto sebagai bahan dasarnya kepadaku.

"Universitas Kanjuruhan Malang."
"Kulihat ada yang menarik dari universitas itu kalau kubandingkan dengan universitas lain disini. Universitas Kanjuruhan, atau lebih singkatnya lagi Unikama adalah sebuah universitas multikultural. Kautahu apa artinya itu ?"
"Kupikir itu semua begitu membingungkan."
"Artinya kampus itu memuat berbagai macam budaya. Unikama terdiri dari berbagai macam suku dan ras yang berada di Indonesia. Coba kau perhatikan gambar pada selebaran yang kuberikan kepadamu tadi. Disana jelas terlihat seorang berkulit hitam dengan tinggi sekitar 120 cm, dan berawakan kecil sementara di seberangnya terdapat seorang wanita yang berkulit sawo matang serta dua orang pria berbibir merah tebal dengan perawakannya yang gagah dan kuat. Orang kerdil yang pertama adalah seorang lelaki dari Pulau Andaman yang terletak di Sumatra. Menurut buku catatan rekor dunia, masyarakat Pulau Andaman pernah tercatat sebagai manusia paling kecil sedunia."
"Dan yang lainnya bagaimana ?"
"Sebelumnya, bisakah kau mengambilkan aku segelas air ? Bibirku kering karena berbicara terus."

Aku menyerahkan segelas air putih kepadanya dan dengan segera ia teguk hingga air dalam gelas bening itu terkuras habis.

"Wanita itu, kuperkirakan dari tanah Jawa seperti kta karena kulit yang khas pada daerah tropis dengan asap kendaraan bermotor yang begitu banyak sehingga merusak sel-sel yang ada pada kulit kita dan tentang kedua orang dengan bibir tebal dan berawakan kokoh itu, mereka berasal dari daerah yang sama denganmu Om Sonde, mereka dari Nusa Tenggara. Itu jelas terlihat dari bentuk bibirnya yang khas serta kulit hitamnya yang menandakan bahwa mereka sering terkena sinar matahari di daerah berdebu dan juga perawakannya yang kokoh karena itu memang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan di daerah gersang. Apa penjelasannku terlihat aneh, Om Sonde ?"
"Tidak, justru sangat jelas."
"Ada lagi info penting yang menarik, disana terdapat festival seni budaya yang mereka selenggarakan setiap tanggal 2 Mei. Setiap mahasiswa menunjukkan bakatnya dengan melakukan tarian-tarian dan baju-baju adat mereka."
"Kukira itu cukup, Subodro. Cukup memuaskan untuk menyelesaikan permasalahan klien kita."
"Kulihat kau sudah lelah, Om Sonde. Coba kulihat apa aku bisa membuatmu tertidur."

Subodro mengambil biolanya dan melantunkan nada-nada indahnya yang membuatku tenang dan terlelap dalam sekejap.

Bersambung......

Budayakan Bersuara (Positif)

Didukung oleh